Oleh: Tri Wibowo Cahyadien ~
Memasuki hari ke-17 Ramadhan pada tahun 2022 Masehi, mengingatkan kembali pada fenomena di masyarakat terutama di kalangan remaja yaitu mengadakan kegiatan Sahur on The Road. Ya, fenomena membagi – bagikan makanan kepada fakir miskin yang ditemui di sepanjang jalan, dilakukan secara berkelompok dan konvoi kendaraan dengan jumlah tertentu merupakan hal yang jamak terjadi dan mudah ditemui saat Bulan Ramadhan seperti saat ini. Fenomena Sahur on The Road sendiri identik pula diselenggarakan oleh komunitas tertentu, seperti komunitas almamater sekolah, komunitas otomotif/ motor, komunitas profesi dan sebagainya.
Esensi Sahur on The Road pada dasarnya adalah berbagi terhadap sesama. Berbagi terhadap sesama, membangun kepedulian sosial, di sisi lain juga bernilai sedekah dan ibadah. Dari sisi kebersamaan dalam kelompok juga memberikan nilai lebih tersendiri seperti kesolidan, kekompakan dan eksistensi di masyarakat. Namun, nilai positif yang terdapat dalam kegiatan ini, seolah memudar oleh sikap – sikap tidak terpuji yang akhir – akhir dapat terlihat.
Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini memiliki perannya masing – masing dalam melemahkan nilai positif dari kegiatan Sahur on The Road. Ditelisik lebih lanjut, pihak – pihak yang selalu identik dengan Sahur on The Road dapat diindentifikasi menjadi 2 pihak yaitu penyelenggara/ partisipan dan fakir miskin/ dhuafa yang ditemui di jalan.
Gambar 1: Salah satu bentuk aksi vandalisme peserta Sahur on The Road (Sumber TMC Polda Metro Jaya)
Yang pertama, dilihat dari aspek penyelenggara/ partisipannya. Pada dasarnya, pelaksanaan Sahur on The Road banyak memiliki nilai positif di dalamnya. Namun, akhir – akhir ini, penyelenggaraannya ternodai oleh sikap – sikap tidak terpuji dari partisipannya seperti berkonvoi berkelompok dengan cara menutup sebagian jalan, pelanggaran rambu lalu lintas, berhenti mendadak. Kadang disertai pula dengan aksi vandalisme di fasilitas umum, selain itu, kadang dijumpai pula oknum partisipan Sahur on The Road ini membawa dan meledakkan petasan selama kegiatan berlangsung, membawa senjata tajam dan bertindak provokatif terhadap komunitas lain yang ditemui di jalan. Tindak provokatif ini tidak jarang pula menimbulkan perkelahian (baca: tawuran) antar komunitas yang terlibat Sahur on The Road tersebut.
Yang kedua, dilihat dari aspek sasaran kegiatan ini, yaitu fakir miskin/ dhuafa. Fenomena kemunculan fakin miskin/ dhuafa yang disebut manusia gerobak jamak terjadi saat Bulan Ramadhan. Seolah tidak ingin ketinggalan momen Ramadhan, kehadirannya menjamur dan mudah ditemui. Seperti diketahui bahwa momen bulan suci Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, bulan peningkatan ibadah umat Islam, baik ibadah dalam bentuk ritual religius maupun dalam bentuk membangun hubungan dan kepedulian terhadap sesama.
Gambar 2: manusia gerobak (sumber: https://www.suara.com/foto/2020/04/23/153636/jelang-bulan-puasa-manusia-gerobak-bermunculan-di-jakarta)
Kemunculan manusia gerobak, akan makin mudah ditemui pada saat Ramadhan. Hal ini disebabkan dari segi jumlahnya yang meningkat (adanya manusia gerobak dadakan) dan di sisi lain, manusia gerobak seolah menjadi tidak malu – malu menampakkan dirinya di sepanjang jalan jelang sore hingga sahur. Tentunya hal ini dilakukan untuk memperoleh rezeki tambahan selama bulan Ramadhan. Namun, kemunculannya tentu memberikan dampak yang kurang nyaman bagi siapapun yang menemuinya. Seperti kemunculan manusia gerobak di trotoar atau di pinggir jalan membuat jalan – jalan di kota menjadi terlihat kumuh, semrawut dan tentunya juga menambah kemacetan pada saat tertentu seperti jam pulang kerja.
Pelaksanaan Sahur on The Road yang dilaksanakan secara berkelompok, beriringan/ konvoi dengan target sasaran manusia gerobak tentu menjadi lebih banyak mudharatnya karena banyak memunculkan hal tidak tepat di dalamnya.
Kegiatan kepedulian terhadap sesama seperti Sahur on The Road bijaknya dialihkan melalui lembaga penyelenggara layanan zakat, panti asuhan atau panti werda, masjid di tempat terpencil dan sebagainya. Hal ini tentunya untuk mengantisipasi/ meminimalisir dampak negatif yang kerap melekat dalam Sahur on The Road. Bukankah niat baik membantu sesama selama bulan Ramadhan harus memberikan dampak positif pula kepada masyarakat? Jangan sampai niat baik membantu sesama justru dicederai oleh rasa “kebanggaan kelompok” yang cenderung destruktif dan menghilangkan nilai – nilai kepedulian terhadap sesama pula.
Profil Penulis