MAN 4 Jakarta (24/10/2024) – Malam ini, ba’da Maghrib hingga Isya, santri asrama MAN 4 Jakarta kedatangan tamu istimewa, alumnus Al-Azhar Kairo, Ust. Ahmad Faisal, Lc., yang bersedia berbagi pengalaman dalam sesi berbagi cerita mengenai masa perkuliahannya di Al-Azhar, Kairo. Acara ini dimoderatori oleh salah satu wali asrama, Ust. Abdul Fatah Amrullah, Lc., yang juga merupakan alumnus Al-Azhar Kairo. Acara ini berlangsung di ruang Multimedia MAN 4 Jakarta.
Acara bersama alumnus Al-Azhar Kairo ini bukan hanya sekadar berbagi cerita, tetapi juga bertujuan untuk memotivasi para santri asrama MAN 4 Jakarta agar lebih bersemangat dalam belajar, dengan harapan dapat melanjutkan studi di luar negeri, khususnya di Timur Tengah. Universitas Al-Azhar di Kairo menjadi salah satu target utamanya, mengingat reputasinya sebagai pusat pendidikan Islam dunia.
Acara ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama adalah penyampaian materi oleh narasumber, dan sesi kedua adalah tanya jawab, di mana empat santri diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Dalam sesi penyampaian, narasumber berbagi banyak pengalaman selama kuliah di Al-Azhar, mulai dari niat awal hingga penjelasan tentang mata kuliah yang ada di sana. Saat sesi tanya jawab, narasumber menjawab pertanyaan yang mengulik lebih dalam pengalamannya, termasuk tentang kegiatan ekstrakurikuler, persiapan detail, rekomendasi jurusan, hingga pekerjaan sampingan.
Ust. Ahmad Faisal menyinggung satu hal menarik yang menjadi kunci keberhasilannya memasuki Al-Azhar Kairo, yakni tentang keinginan dan kebutuhan. Beliau mengingatkan para santri selaku pemuda untuk memahami dan membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Menurutnya, mengikuti keinginan adalah hal yang sangat wajar bagi anak muda. Oleh karena itu, beliau menekankan pentingnya mengingat momen-momen di mana kita menyadari perubahan arah hidup dari keinginan menuju kebutuhan.
“Ketika saya, atau kita, masih muda, sering kali kita mengambil keputusan, bahkan berdoa, hanya berdasarkan keinginan. Pokoknya, mengikuti nafsu, sementara logika dan nurani ditempatkan di nomor sekian. Ini adalah proses yang wajar bagi pemuda, karena pada akhirnya akan tiba masanya kita menyadari, ‘Oh iya ya, ternyata yang benar itu begini.’ Itulah momen-momen berharga yang mengubah arah hidup kita, dan harus kita ingat,” ujarnya.
Selain mengingatkan tentang keinginan dan kebutuhan, Ust. Ahmad Faisal juga menjelaskan perbedaan yang akan dirasakan jika berkuliah di luar negeri, khususnya di Al-Azhar. Menurutnya, perbedaan terbesar terletak pada turunan ilmu yang ada. Meskipun mata kuliahnya sama, seperti tata negara atau psikologi, perbedaan sejarah dan latar belakang suatu negara membuat turunan ilmu tersebut berbeda.
“Hal paling jelas yang kita rasakan ketika kuliah di Mesir adalah turunan dari keilmuan itu sendiri. Misalnya, tata negara kita dipengaruhi oleh Belanda, meskipun esensinya dari Prancis, sedangkan di Mesir, kita mempelajari tata negara Mesir. Begitu juga dengan ilmu psikologi di Mesir, yang menolak konsep bahwa ada anak yang lahir sebagai psikopat. Di Mesir, semua tergantung pada pola asuh,” ungkapnya.
Hingga acara selesai, banyak santri yang masih antusias untuk bertanya kepada narasumber mengenai perkuliahan di Timur Tengah. Semoga santri MAN 4 Jakarta dapat menjadi kader-kader intelektual untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Reporter : Muhammad Afif Hawwari, XI-3, Divisi Informasi dan Kerjasama OSA